Reportase.today Banyuglugur, Situbondo – Perwakilan warga Desa Banyuglugur kembali meluapkan kegeraman mereka terhadap keberadaan stockpile serbuk kayu (sawdust) milik PT Eksekutif yang berdiri di tengah pemukiman padat dan tepat bersebelahan dengan masjid satu-satunya di desa. Merasa tuntutan mereka tidak pernah ditanggapi serius oleh Pemkab maupun DPRD Situbondo, warga kini mengancam akan menutup sendiri aktivitas stockpile tersebut.

Sabtu (20/9/2025) sekitar pukul 10.00 WIB, lima orang perwakilan warga mendatangi Mapolsek dan Koramil Banyuglugur. Mereka menyampaikan keberatan sekaligus pemberitahuan bahwa aktivitas mendatangkan serbuk kayu masih terus berjalan, padahal sudah ada kesepakatan penghentian.
“Kesepakatan sudah jelas aktivitas dihentikan, tapi kenyataannya serbuk masih masuk. Kalau pemerintah dan DPRD tetap diam, kami warga siap menutup sendiri aktivitas stockpile ini,” tegas salah seorang perwakilan.
Siang ini, perwakilan warga Banyuglugur kembali geram. Mereka menegaskan desakan penutupan stockpile sawdust di dekat masjid tersebut dan memperingatkan, jika dalam waktu dekat tidak ada langkah tegas dari pemerintah maupun wakil rakyat, maka mereka akan turun tangan sendiri.
Untuk meredam situasi, Polsek Banyuglugur berkoordinasi dengan Koramil dan pihak kecamatan. Pada Minggu (21/9/2025), digelar pertemuan antara warga dan pihak perusahaan yang dihadiri Kapolsek Iptu Teguh Santoso, Danramil Kapten Rahman, serta Camat Suwiryo.
Namun, forum tersebut tidak membuahkan hasil berarti. Warga tetap bersikukuh menolak keberadaan stockpile sawdust, apapun alasan yang dikemukakan.
Warga menolak keberadaan stockpile karena alasan konkret:
Lokasi bermasalah: Berada di tengah permukiman padat dan bersebelahan langsung dengan masjid.
Pencemaran lingkungan: Timbunan serbuk kayu menurunkan kualitas tanah, mencemari air, dan menyumbat drainase saat musim hujan.
Ancaman kebakaran: Timbunan serbuk kayu sangat mudah terbakar dan mengancam keselamatan warga.
Gangguan ibadah: Posisi stockpile mencederai kenyamanan masyarakat saat beribadah.

Dalam pertemuan, perwakilan PT Eksekutif Didik Martono (pihak 1) dan perwakilan Takmir Masjid Ibnu Hidayat (pihak 2) menyepakati dua hal:
1. Perusahaan sanggup menghentikan aktivitas stockpile dan mengosongkan serbuk kayu sambil menunggu rekomendasi DLH Situbondo.
2. Apapun hasil rekomendasi DLH maupun Komisi III DPRD nantinya, perusahaan wajib menyosialisasikan kepada seluruh warga Banyuglugur.
Namun, mayoritas masyarakat menolak menunggu rekomendasi dan tetap menuntut penutupan total.

Aktivis Sumyadi Yatim Wiyono yang mendampingi warga menilai wakil rakyat lamban. “Kalau DPRD Komisi III tidak segera bertindak, jangan salahkan warga kalau menutup sendiri aktivitas stockpile sawdust ini. Letaknya jelas di dekat masjid dan rumah warga. Kalau tidak peka, lebih baik berhenti saja jadi wakil rakyat,” ujarnya dengan nada keras.
Wakil Ketua DPRD Situbondo, Andi Handoko, saat dikonfirmasi justru terkesan pasif. Ia mengatakan kasus ini masih berproses di DLH dan perizinan. “Mungkin Senin besok ada perkembangan. Tugas kami hanya memberi saran,” ujar politikus PDI-P tersebut sebelum menutup sambungan telepon.

Sekedar diketahui Senin (15/9/2025) lalu, ratusan warga bersama LSM Siti Jenar telah menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pemkab dan DPRD Situbondo, menuntut penutupan stockpile sawdust Banyuglugur. Hingga kini, aspirasi tersebut tidak juga direspons tegas, sehingga warga semakin geram dan siap bertindak sendiri.
(Red/Tim Biro Siti Jenar Group Situbondo Jatim)