SITUBONDO (Reportase.today) – HRM. Khalilur R. Abdullah Sahlawiy atau yang akrab disapa Gus Lilur, pemilik PT Ranggalawe Pendiri Tuban (RAPETU), akhirnya merealisasikan pernyataannya dengan membawa persoalan yang melibatkan Khilmi, Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Timur X, ke ranah etik parlemen. Langkah ini ditempuh sebagai bentuk keseriusan Gus Lilur dalam menanggapi dugaan pelanggaran yang dinilainya mencederai etika wakil rakyat.
Laporan resmi tersebut telah didaftarkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI pada Senin, 8 Desember 2025. Berkas pengaduan diserahkan langsung oleh tim kuasa hukum PT RAPETU, yakni Ide Prima Hadiyanto dan Aidil Kamil Marzuki, kepada Sekretariat MKD DPR RI.
Kuasa hukum memastikan laporan tersebut telah dinyatakan lengkap dan memenuhi persyaratan administrasi sebagai pengaduan resmi di MKD. Dengan demikian, laporan dapat diproses lebih lanjut sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku di lembaga kehormatan parlemen tersebut.
“Laporan MKD DPR RI Nomor 58 tertanggal 8 Desember 2025 diterima langsung oleh Subbag Administrasi Perkara MKD DPR RI atas nama Cahyo Bagaskara dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Sekretariat MKD, Nelly Andalia. Teradu tercatat atas nama Khilmi A-130 Fraksi Gerindra dari Dapil Jawa Timur X,” ujar Ide Prima Hadiyanto dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (9/12/2025).

Ide Prima menjelaskan, Sekretariat MKD DPR RI telah menyatakan bahwa laporan yang diajukan Direktur Utama PT Ranggalawe Pendiri Tuban tersebut mengandung unsur formil dan materiil yang memadai untuk ditindaklanjuti. Ia menegaskan, mekanisme klarifikasi di MKD berbeda dengan proses hukum pidana di kepolisian.
“Di MKD, klarifikasi tidak masuk pada materi pokok perkara seperti penyidikan. Klarifikasi hanya terkait kelengkapan administrasi laporan,” jelasnya.
Lebih lanjut, pihak Sekretariat MKD meminta sejumlah dokumen pendukung sebagai bagian dari kelengkapan laporan. Dokumen tersebut antara lain perizinan PT serta bukti adanya pemanggilan oleh pihak kepolisian.
Substansi utama pengaduan yang tercantum dalam tanda terima laporan MKD adalah dugaan pelanggaran kode etik oleh Khilmi. Dalam laporan tersebut, Khilmi diduga merupakan pemilik PT Cemara Laut Persada (CLP) dan menggunakan nama PT Ranggalawe Pendiri Tuban sebagai pemasok untuk hasil aktivitas penambangan ilegal.
Atas dugaan tersebut, Ide Prima menilai konsekuensi etik yang dihadapi teradu tidak ringan. MKD, kata dia, memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi berjenjang sesuai tingkat pelanggaran yang terbukti.
“Teradu berpotensi dikenai sanksi mulai dari teguran, dinonaktifkan, hingga sanksi terberat berupa pemberhentian sebagai Anggota DPR RI. Kami berharap perkara ini segera disidangkan oleh Majelis MKD,” tegas Ide Prima.
Sementara itu, Gus Lilur membenarkan bahwa dirinya telah memberikan kuasa penuh kepada tim pengacara untuk menempuh jalur etik melalui MKD. Menurutnya, tindakan yang diduga dilakukan Khilmi tidak hanya berpotensi melanggar kode etik sebagai wakil rakyat, tetapi juga mengarah pada dugaan tindak pidana.
Tak berhenti pada jalur etik, Gus Lilur juga memastikan langkah hukum pidana akan ditempuh secara paralel. Ia telah menunjuk kuasa hukum untuk memproses laporan pidana terhadap Khilmi di Mabes Polri.
Pengusaha nasional asal Situbondo yang juga dikenal sebagai alumni santri Denanyar itu menegaskan, pencatutan nama PT RAPETU telah menimbulkan kerugian besar bagi perusahaannya. Kerugian tersebut tidak hanya bersifat materiil, tetapi juga immateriil, mengingat keuntungan dari aktivitas penambangan ilegal diduga diperoleh dengan mengatasnamakan perusahaan miliknya.
“Saya haqqul yakin Majelis Hakim MKD akan menjatuhkan sanksi terberat kepada Khilmi, yakni pemberhentian sebagai anggota DPR RI. Sebab, apa yang dilakukan masuk dalam kategori pelanggaran etik berat,” pungkas Gus Lilur.







