Reportase.today Banyuwangi, Jawa Timur – Langkah hukum tegas ditempuh oleh kuasa hukum Ali Fikri dkk dari Kantor Hukum Safii bin Matali & Partners. Mereka resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Banyuwangi sebagai bentuk perlawanan terhadap dugaan tindakan sewenang-wenang dan cacat prosedur dalam penanganan laporan polisi oleh Polsek Tegaldlimo.
Kuasa hukum menilai, proses hukum yang menjerat kliennya tiga petugas juru tagih dari PT Skanon Bintang Surya penuh kejanggalan. Padahal, ketiganya bertugas menjalankan penagihan resmi atas dasar surat kuasa dari Mandiri Tunas Finance (MTF) dan sesuai ketentuan hukum fidusia.
Kasus ini bermula pada 24 Maret 2025, ketika tim penagihan dari MTF mendatangi rumah seorang debitur di Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi. Dalam pertemuan itu, pihak debitur menyerahkan secara sukarela satu unit mobil Honda Brio Satya beserta kunci dan STNK kepada juru tagih.
Kendaraan tersebut merupakan objek jaminan fidusia yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI, sehingga secara hukum berada di bawah kewenangan lembaga pembiayaan.
Namun, pada 4 April 2025, anak debitur yang bukan pihak dalam perjanjian pembiayaan justru membuat laporan polisi di Polsek Tegaldlimo, menuduh tiga juru tagih melakukan pemerasan dan pencurian kendaraan bermotor.
Meskipun tidak memiliki bukti kepemilikan kendaraan, laporan tersebut tetap diterima oleh Kanit Reskrim Polsek Tegaldlimo dan dilimpahkan ke Unit Pidum Satreskrim Polresta Banyuwangi. Proses berlanjut hingga penyidik melakukan penyitaan kendaraan, kunci, dan STNK, serta menetapkan ketiga juru tagih sebagai tersangka.
Menurut Safii bin Matali, kuasa hukum para pemohon, proses hukum yang dijalankan kepolisian penuh dengan pelanggaran formil dan materiil. Ia menilai bahwa baik laporan, penyelidikan, maupun penetapan tersangka telah melanggar prinsip due process of law dan ketentuan KUHAP.
“Penetapan tersangka terhadap klien kami jelas merupakan bentuk dugaan penyimpangan hukum. Polisi tidak boleh menerima laporan tanpa dasar kepemilikan yang sah, apalagi sampai menetapkan tersangka terhadap pihak yang bekerja berdasarkan surat kuasa resmi dan ketentuan fidusia,”
Safii memaparkan lima poin utama yang menunjukkan adanya pelanggaran hukum serius dalam penanganan perkara tersebut, yaitu:
1. Pelapor tidak memiliki legal standing terhadap objek kendaraan;
2. Tidak ada bukti kepemilikan kendaraan yang diajukan saat laporan dibuat;
3. Kendaraan merupakan objek jaminan fidusia yang sah milik lembaga pembiayaan;
4. Penyitaan kunci dan STNK tidak sah, sebab bukan alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP;
5. Penetapan tersangka prematur, karena tidak berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah.
Safii menilai bahwa kasus ini bukan sekadar kekeliruan administratif, melainkan dugaan kriminalisasi terhadap petugas penagihan resmi yang menjalankan tugasnya sesuai hukum.
Ia menegaskan, jika tindakan seperti ini dibiarkan, maka akan mengacaukan sistem pembiayaan nasional dan menciptakan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan fidusia di Indonesia.
“Ini bukan sekadar persoalan teknis penyelidikan. Ini menyangkut kepastian hukum. Jika juru tagih yang bekerja berdasarkan surat kuasa bisa dikriminalisasi, maka seluruh lembaga pembiayaan di Indonesia akan terancam,”ujar Safii menambahkan.
Dalam dokumen yang telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Banyuwangi, kuasa hukum Ali Fikri dkk meminta majelis hakim untuk:
Menyatakan penerimaan laporan polisi tidak sah secara hukum;
Menyatakan penetapan tersangka tidak sah dan cacat prosedur;
Menyatakan penyitaan kendaraan, kunci, dan STNK tidak sah;
Menilai adanya penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum;
Langkah ini, menurut Safii, menjadi batu uji penting terhadap profesionalisme aparat penegak hukum, agar tidak mudah menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa bukti kuat dan tanpa memperhatikan status hukum objek yang disengketakan.
Perkara ini kini menjadi sorotan publik, komunitas hukum, dan pengamat pembiayaan, karena dinilai berpotensi mengganggu stabilitas dunia pembiayaan dan perlindungan hukum terhadap kontrak fidusia.
Kalangan praktisi menilai bahwa aparat penegak hukum seharusnya lebih cermat dalam memilah perkara perdata dan pidana, terutama terkait jaminan fidusia yang diatur secara jelas dalam undang-undang.
Sidang praperadilan dijadwalkan digelar dalam waktu dekat di Pengadilan Negeri Banyuwangi, dan diharapkan menjadi momentum untuk memulihkan marwah hukum serta menjamin kepastian bagi pelaku usaha pembiayaan di tanah air.
(Red/Tim)