Kecamatan Ijen Bondowoso Didirikan di Atas Tanah Negara, Legalitasnya Kini Terus Dipertanyakan

Editor

Reportase.today Bondowoso,Jatim 25 Juli 2025 — Latar belakang pendirian Kecamatan Ijen di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, kini tengah menjadi perhatian publik menyusul munculnya temuan mencengangkan dari LSM Siti Jenar. Dalam laporan investigatifnya, organisasi tersebut mengungkap bahwa Kecamatan Ijen berdiri di atas tanah negara yang belum pernah dialihkan statusnya secara legal kepada pemerintah daerah, apalagi kepada masyarakat yang tinggal di dalamnya.

Keterangan Fhoto: LATAR BELAKANG KECAMATAN IJEN YANG BERDIRI DI TANAH NEGARA DI KABUPATEN BONDOWOSO

Dari enam desa yang berada di dalam Kecamatan Ijen — yakni Sempol, Kalisat, Jampit, Kaligedang, Kalianyar, dan Sumberrejo — semuanya diketahui menempati wilayah yang secara hukum masih berstatus lahan negara, baik dalam bentuk HGU (Hak Guna Usaha) milik PTPN XII, maupun kawasan hutan negara di bawah kewenangan Perum Perhutani.

Sejarah Pendirian yang Tidak Menyentuh Aspek Legal Agraria:

Kecamatan Ijen secara administratif dipisahkan dari Kecamatan Sempol pada tahun 2002 dengan dalih mempermudah pelayanan publik di wilayah terpencil pegunungan Ijen. Namun, pembentukan tersebut hanya berdasarkan kebutuhan administratif dan politik lokal, tanpa terlebih dahulu memastikan legalitas lahan sebagai prasyarat dasar pembentukan suatu wilayah pemerintahan.

“Tidak ada dokumen pelepasan tanah dari kementerian terkait. Tanah tempat berdirinya kantor camat, kantor desa, sekolah, hingga Puskesmas — semua masih tercatat sebagai aset negara. Tidak ada proses hibah, pembebasan, maupun pengalihan hak,” tegas Eko Febrianto, Ketua LSM Siti Jenar.

Hal ini tentu menjadi persoalan serius. Secara konstitusi dan menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), tidak boleh ada bangunan pemerintah ataupun kepemilikan individu yang berdiri di atas tanah negara tanpa dasar hukum yang sah.

Pemerintah Daerah dan Provinsi Dinilai Melalaikan Prosedur Hukum:

Pembentukan Kecamatan Ijen seharusnya disertai dengan proses legalitas lahan yang menyeluruh, mulai dari pengajuan pelepasan kawasan hutan (bila statusnya hutan negara), hingga permohonan pelepasan HGU dari BUMN yang menguasainya. Namun, hingga lebih dari dua dekade berlalu, tidak ada upaya serius yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bondowoso maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Baca juga
Raksaka Bahana Sabaddha Yudha, Drumband Yonif 514/SY Menghibur Masyarakat di Kabupaten Bondowoso

“Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi pelanggaran administratif yang bisa berdampak pada sah atau tidaknya pelayanan publik di wilayah tersebut. Bila tanah tempat berdirinya kantor camat saja ilegal, bagaimana nasib keputusan-keputusan administratif yang dikeluarkan?” tanya Eko.

Masyarakat Ijen: Tinggal Puluhan Tahun, Tapi Tak Punya Hak Atas Tanah.

Hingga hari ini, ribuan warga yang tinggal di Kecamatan Ijen tidak memiliki sertifikat hak milik atas tanah yang mereka huni. Status rumah mereka adalah ilegal secara administratif, karena berdiri di atas tanah negara yang tidak pernah diserahkan secara resmi kepada masyarakat.

Keterangan Fhoto: LATAR BELAKANG KECAMATAN IJEN YANG BERDIRI DI TANAH NEGARA DI KABUPATEN BONDOWOSO

Kondisi ini berdampak langsung pada berbagai aspek kehidupan mereka:

Tidak bisa mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena tak punya agunan sah,

Tidak bisa mensertifikatkan tanah meski telah ditempati puluhan tahun,

Terancam digusur sewaktu-waktu bila status tanah dikembalikan ke pengelola awal.

“Kami ini seperti hidup di rumah orang. Bayar pajak, tapi tidak punya kepastian hukum,” ujar salah satu warga Desa Jampit yang enggan disebut namanya.

Kantor Camat dan Fasilitas Umum Juga Tidak Punya Legalitas Tanah:

Ironisnya, bukan hanya masyarakat yang terdampak. Seluruh fasilitas pemerintahan, termasuk kantor Camat Ijen, kantor desa, Puskesmas, hingga bangunan sekolah negeri, dibangun tanpa dokumen legalitas tanah yang sah. Tanpa status kepemilikan atau penguasaan resmi, bangunan-bangunan tersebut pada dasarnya tidak memiliki perlindungan hukum jika terjadi konflik agraria.

“Kami sudah telusuri di BPN dan di Kementerian LHK, dan tidak ditemukan dokumen serah terima atau hibah. Ini patut diduga sebagai pelanggaran administratif,” tegas Eko.

Mendesak Penataan Ulang dan Legalisasi Terpadu;

LSM Siti Jenar mendesak agar pemerintah daerah dan provinsi segera melakukan langkah-langkah korektif, antara lain:

Baca juga
Cara Pemanasan Sebelum Olahraga yang Benar untuk Kurangi Risiko Cedera

1. Audit menyeluruh terhadap seluruh aset dan infrastruktur di Kecamatan Ijen.

2. Melakukan pendekatan ke Kementerian Agraria dan Kementerian LHK untuk pelepasan kawasan atau alih fungsi tanah.

3. Mengajukan skema legalisasi melalui program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria).

4. Menyusun tata ruang ulang berbasis hukum yang jelas.

Jika tidak, bukan hanya masyarakat yang terus hidup dalam ketidakpastian, tetapi juga otoritas pemerintahan Kecamatan Ijen yang bisa dinyatakan tidak sah secara hukum tata negara.

Keterangan Fhoto: Ketua Umum LSM SITI JENAR yang Juga Direktur Utama PT SITI JENAR GROUP MULTIMEDIA.

Penutup:

Kecamatan Ijen adalah contoh nyata bagaimana pemerintahan lokal bisa terjebak dalam kesalahan struktural yang berlangsung lama akibat kelalaian mengurus aspek paling dasar dalam pemerintahan: legalitas tanah. Kini masyarakat menanti bukan hanya pengakuan administratif, tapi juga pengakuan hak atas tanah — yang selama ini menjadi dasar kehidupan dan tempat tinggal mereka.

Tim Redaksi Siti Jenar Group Multimedia- Sektor Agraria & Pemerintahan

(Dokumentasi: LSM Siti Jenar, ATR/BPN Bondowoso, Kementerian LHK)

error: Content is protected !!