Reportase.today Surabaya, Selasa 11 November 2025 – Langkah tegas diambil oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dalam perkara Nomor 126/G/2025/PTUN.SBY antara penggugat Amirul Mustafa melawan Bupati Situbondo. Dalam sidang dengan agenda “Perbaikan Surat Kuasa dan Gugatan Penggugat serta Perbaikan Surat Kuasa Tergugat” yang digelar pada Selasa (11/11/2025), majelis hakim secara resmi menolak keberadaan Dr. Syaiful Bakri sebagai kuasa hukum Bupati Situbondo.

Penolakan itu bukan tanpa dasar. Majelis hakim menemukan fakta bahwa Dr. Syaiful Bakri yang tercatat sebagai kuasa hukum tergugat, juga merupakan anggota Satuan Tugas (Satgas) yang memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan pemerintahan daerah. Majelis menilai, kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest), karena posisi ganda tersebut bisa mengganggu independensi dan objektivitas advokat dalam menjalankan profesinya.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menegaskan bahwa seorang advokat dituntut untuk menjaga kemandirian, integritas, serta imparsialitas, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 huruf g dan Pasal 4 ayat (1) Kode Etik Advokat Indonesia, serta Pasal 17 huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Aturan tersebut secara eksplisit melarang advokat merangkap jabatan atau kedudukan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan tugas profesinya.
Majelis juga menyampaikan bahwa prinsip dasar profesi advokat adalah kebebasan dari pengaruh kekuasaan atau jabatan publik. Dengan adanya hubungan langsung antara kuasa hukum tergugat dan institusi pemerintahan yang sedang bersengketa, maka posisi tersebut tidak lagi netral, sehingga dapat mengganggu jalannya proses peradilan yang obyektif dan adil.
Atas dasar itu, majelis hakim memerintahkan pihak tergugat (Bupati Situbondo) untuk segera melakukan perbaikan surat kuasa dengan menunjuk kuasa hukum lain yang tidak memiliki keterkaitan struktural maupun fungsional dengan Pemerintah Daerah, agar pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya tanpa hambatan etis maupun yuridis.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat, Moh. Hanif Fariyadi, S.H., menyambut baik langkah majelis hakim yang dinilai sangat tepat dan berpihak pada prinsip-prinsip profesionalisme advokat.
“Langkah majelis hakim sudah benar dan sejalan dengan amanat Pasal 16 Undang-Undang Advokat serta Kode Etik Advokat Indonesia, yang mewajibkan advokat untuk bersikap bebas, mandiri, dan tidak tunduk pada kepentingan siapapun,” ujar Hanif usai persidangan.
Menurut Hanif, keputusan majelis ini merupakan bentuk komitmen kuat PTUN Surabaya dalam menjaga marwah peradilan administrasi agar tetap bersih, netral, dan terbebas dari pengaruh jabatan publik. Ia juga menilai, putusan tersebut menjadi preseden penting bagi dunia advokat agar lebih berhati-hati dalam menerima kuasa hukum, terutama jika memiliki keterkaitan langsung dengan lembaga pemerintah atau jabatan yang sedang menjadi objek sengketa.
Hanif juga menambahkan, bahwa langkah majelis hakim ini sekaligus menjadi pesan moral bagi seluruh praktisi hukum untuk menegakkan etika profesi dan menghindari segala bentuk penyalahgunaan posisi yang dapat mencederai keadilan.
“Peradilan yang bersih hanya bisa tegak di atas fondasi profesionalisme dan integritas. Majelis hakim PTUN Surabaya telah memberikan contoh konkret dalam menjaga prinsip tersebut,” imbuhnya.
Dengan adanya keputusan ini, proses pemeriksaan perkara Amirul Mustafa melawan Bupati Situbondo diharapkan dapat berjalan adil, transparan, dan profesional, tanpa adanya pengaruh jabatan atau kepentingan pribadi dari pihak manapun.

Langkah majelis hakim tersebut bukan hanya bentuk penegakan norma hukum formal, tetapi juga cerminan keberanian lembaga peradilan dalam menegakkan supremasi hukum dan menjaga kepercayaan publik terhadap netralitas institusi pengadilan di Indonesia.
(Redaksi / Tim Biro Surabaya – Jawa Timur)













