Reportase.today Jakarta, Kamis 21 Agustus 2025 — Polemik usulan anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PKB, Nasim Khan, terkait gagasan pengadaan gerbong khusus merokok di rangkaian kereta api terus menuai respons publik. Kali ini, dukungan datang dari Lembaga Studi Kebangkitan Bangsa (LSKB) yang menilai wacana tersebut merupakan solusi jalan tengah dalam mengakomodasi kepentingan berbagai pihak.
Direktur Eksekutif LSKB, Fahmi Budiawan, dalam pernyataannya di Jakarta Selatan, menegaskan bahwa usulan Nasim Khan justru bisa mengurai masalah klasik yang kerap terjadi di layanan transportasi kereta api, yakni polemik antara perokok dan nonperokok.
“Kami melihat usulan Pak Nasim ini paling masuk akal dan jadi jalan tengah untuk semua pihak. Para penumpang perokok bisa terakomodir, sementara KAI juga berpeluang mendapatkan tambahan manfaat ekonomi dari layanan ini,” ujar Fahmi saat ditemui wartawan di kawasan Prapanca, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Fahmi mengungkapkan bahwa pihaknya bersama sejumlah aktivis LSKB langsung melakukan audiensi dengan Nasim Khan begitu polemik wacana ini mencuat di publik.
“Ya, saya dan beberapa rekan LSKB langsung menemui dan beraudiensi dengan Pak Nasim. Kami menyampaikan keresahan publik sekaligus mendengar langsung penjelasan beliau terkait usulan gerbong khusus merokok ini,” jelas Fahmi.
Menurutnya, tanggapan yang diberikan Nasim Khan justru sangat terbuka. Legislator asal Situbondo tersebut, kata Fahmi, dengan lugas memaparkan maksud dan argumen di balik gagasan tersebut.
“Pak Nasim sangat terbuka menerima kritik dan masukan masyarakat. Beliau menjelaskan bahwa ide ini bukan semata-mata untuk memanjakan perokok, melainkan untuk menghadirkan solusi yang lebih aman, manusiawi, sekaligus memberi kepastian bagi semua pihak,” papar Fahmi.
Salah satu argumen kuat yang dikemukakan Nasim Khan, sebagaimana disampaikan kembali oleh Fahmi, adalah soal aspek keselamatan. Selama ini, banyak penumpang perokok memilih turun di setiap perhentian hanya untuk merokok. Kondisi ini dinilai rawan menimbulkan bahaya fisik, keterlambatan, hingga risiko keselamatan penumpang itu sendiri.
“Benar, tiap kali kereta berhenti di stasiun, banyak perokok yang buru-buru keluar hanya untuk merokok. Itu berbahaya dari sisi keselamatan dan juga bisa mengganggu jadwal perjalanan. Dengan adanya gerbong khusus merokok, masalah seperti ini bisa diatasi secara bertahap,” ungkap Fahmi.
Selain itu, Nasim juga menyinggung soal kontribusi besar industri rokok terhadap perekonomian nasional, khususnya dari sisi cukai. Menurutnya, cukai rokok bahkan memberikan pemasukan negara hingga tiga kali lipat dari dividen seluruh BUMN.
“Cukai rokok dan tembakau memberikan kontribusi yang luar biasa, mencapai tiga kali lipat dibandingkan dividen BUMN. Jadi, wajar bila negara juga mengakomodasi kepentingan perokok, apalagi jumlah mereka mencapai sekitar 70 juta orang di Indonesia,” tegas Fahmi menirukan penjelasan Nasim Khan.
Atas dasar itu, LSKB secara resmi menyatakan dukungan penuh terhadap gagasan gerbong khusus merokok di KAI. Menurut Fahmi, keberadaan fasilitas tersebut bukan hanya akan menguntungkan perokok, tetapi juga memberi ruang aman bagi penumpang nonperokok karena aktivitas merokok akan terlokalisasi di satu tempat khusus.
“Setelah mendengar langsung paparan Pak Nasim, kami semakin yakin bahwa ini solusi win-win. Kami berharap publik memahami concern beliau, karena tujuannya bukan sekadar memihak perokok, melainkan menjaga kenyamanan semua pihak,” lanjut Fahmi.
Ia juga mengingatkan, keberadaan petani tembakau yang selama ini berjuang secara mandiri tanpa banyak bantuan pemerintah juga harus menjadi pertimbangan. Menurutnya, sektor tembakau bukan hanya menopang perekonomian masyarakat di daerah, tetapi juga menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
LSKB menambahkan, gagasan serupa bukanlah hal baru di dunia internasional. Di sejumlah negara maju, ruang merokok di fasilitas publik seperti bandara hingga stasiun sudah menjadi hal lumrah.
“Kalau kita lihat di luar negeri, hampir semua tempat umum menyediakan smoking area, termasuk di bandara. Itu bukan berarti mendorong orang untuk merokok, tapi lebih kepada pengaturan agar aktivitas perokok tidak mengganggu orang lain. Jadi logikanya sama, gerbong khusus ini untuk keteraturan, bukan untuk mendorong kebiasaan merokok,” tutup Fahmi.
Dengan dukungan LSKB, wacana gerbong khusus merokok yang digulirkan Nasim Khan diperkirakan akan semakin menguat dalam perbincangan publik. Kini, bola ada di tangan PT KAI dan pemerintah untuk menimbang usulan tersebut dengan mempertimbangkan aspek regulasi, teknis, hingga keberterimaan masyarakat luas.
(Red/Tim Biro Siti Jenar Group Multimedia)