BONDOWOSO– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Abu Nawas memberikan bantuan hukum pada bocah perempuan yatim piatu di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, yang menjadi korban rudapaksa.
Direktur LBH Abu Nawas Nurul Jamal Habaib,SH menerangkan, langkah pertama yang akan dilakukan setelah menerima kuasa hukum dari keluarga korban, pihaknya akan menanyakan perkembangan penanganan kasus tersebut kepada pihak kepolisian.
“Kami akan bersurat kepada pihak kepolisian untuk menanyakan sampai di mana progres penanganan kasus rudapaksa ini,” kata Habaib, Sabtu (27/1/202).
Habaib mengaku, juga telah mendengar pihak kepolisian telah mengeluarkan sprin Daftar Pencarian Orang (DPO). “Kalau itu benar artinya, dalam kasus ini terduga pelaku statusnya sudah naik menjadi tersangka,” ujarnya.
Habaib berharap, adanya surat DPO itu bagi penyidik tidak hanya sebatas surat formalitas belaka. Namun pihak kepolisian harus bekerja keras untuk mencari dan menangkap tersangka.
Kasus ini kata Habib, merupakan kejahatan luar biasa yang korbannya anak kecil di bawah umur.
Apalagi, korban ini merupakan anak yatim piatu yang masih duduk di bangku sekolah SD.
“Kasus ini harus benar-benar menjadi atensi dari pihak kepolisian, karena merupakan kasus krusial,” ujarnya.
Menurutnya, Aparat Penegak Hukum (APH) harus benar-benar bekerja ekstra menangani kasus ini untuk mempertahankan status Bondowoso sebagai kota layak anak.
Dia mengatakan, untuk mempertahankan kota layak anak, maka hak-hak dasar anak harus dapat dipenuhi.
Dia berpendapat, APH jangan hanya fokus dan menindak, serta menunggu ketika ada laporan dari masyarakat terkait kasus serupa.
“Penegak hukum seharusnya memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang undang undang yang berkaitan dengan penghapusan kekerasan pada anak dan perempuan,” imbuhnya.
Tidak hanya cukup sampai di sutu saja, menurutnya, masyarakat harus diberikan sosialisasi, pemahaman dan pengertian dari segi hukum, bahwa perbuatan kekerasan dan kejahatan seksual pada anak itu ancaman hukumannya tidak main main dan berat, di atas 5 tahun.
Menurutnya, tersangka tidak mungkin divonis di bawah 5 tahun, yang jelas ancaman hukumannya di bawah 10 tahun dan di atas 5 tahun.
Apa lagi korban ini seorang anak. Tentunya yang akan menjadi pertimbangan diantaranya, akibat perbuatan pelaku masa depan anak menjadi suram, traumatik anak, dan perbuatan ini meresahkan pada masyarakat.
“Jika langkah itu dilakukan secara tuntas sampai ke masyarakat lapisan bawah, maka orang yang mau melakukan perbuatan cabul atau kejahatan seksual bisa berfikir beribu-ribu kali untuk melakukan perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, terkait undang-undang perlindungan anak dan perempuan, pihaknya juga sudah mensosialisasikan, baik lewat majelis-majelis, pengajian, sekolah-sekolah.
“Lewat Youtube juga kami sosialisasikan, agar masyarakat mengetahui tentang undang-undang perlindungan anak, bahwa ancaman hukumannya begitu tinggi,” ujarnya.