Kasus Narkoba di Situbondo: Kejanggalan Pembebasan Tersangka HF CS dan Tuntutan Keadilan Masyarakat

Kasat Reskoba: Berdasarkan Penilaian Tim Rehab, Bukan Kewenangan Kami

Editor

Reportase.today- Situbondo, Sabtu (8/2/25)

Kasus narkoba jenis sabu yang melibatkan tiga tersangka di Situbondo, Jawa Timur, telah menimbulkan pertanyaan serius di kalangan masyarakat. Pasalnya, ketiganya yang sebelumnya telah ditetapkan status tersangka oleh penyidik Polres Situbondo, kini dibebaskan dengan alasan rehabilitasi. Keputusan ini menuai cibiran dan dugaan adanya perlakuan istimewa, terutama karena salah satu tersangka merupakan pejabat publik.

Pada Senin, 20 Januari 2025, Polsek Mlandingan menggerebek sebuah rumah yang dijadikan tempat pesta narkoba. Tiga orang, yaitu HF, MR, dan ZA, tertangkap tangan sedang mengonsumsi sabu. HF, yang merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa Sumberanyar, Kecamatan Mlandingan, menjadi sorotan utama karena jabatannya.

Supyadi, S.H., M.H., seorang praktisi hukum dan pengacara muda, menyoroti kejanggalan dalam kebijakan yang diterapkan oleh Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Situbondo. Ia mengonfirmasi kepada Kasat Reskoba Polres Situbondo, AKP Muhammad Luthfi, yang menjelaskan bahwa pembebasan ketiga tersangka didasarkan pada hasil gelar perkara, proses lidik, dan asesmen dari Tim Asesmen Terpadu (TAT). Alasan yang diberikan adalah barang bukti yang ditemukan kurang dari 1 gram.

Bahwa sekarang yang bersangkutan di rumah, menurut info, yang bersangkutan menjalani rehab jalan, berdasarkan penilaian tim rehab. Jadi, bukan kewenangan kami,” kilah Kasat Luthfi.

Namun, Supyadi mempertanyakan perbedaan penanganan kasus ini dengan kasus serupa lainnya. Ia mencontohkan kasus dua tersangka lain, DN dan AJ, yang dengan pelanggaran dan barang bukti serupa justru dilimpahkan ke Kejaksaan dan saat ini menjalani rehabilitasi di Rutan Situbondo.

Faktanya, hingga hari ini DN tetap meringkuk di Rutan,” sergah Supyadi. Alih-alih menjawab, Kasat Luthfi justru menutup sambungan telepon, didahului dengan mengatakan kepada Supyadi, “Mohon maaf, saya tidak ada waktu untuk bicara sama jenangan karena legal standing jenangan tidak ada kaitan dengan kasus ini.”

Baca juga
Sukses Gagalkan Peredaran Narkoba: Polres Lumajang Amankan Dua Pria dan Sabu Seberat 5080 Gram

Supyadi pun menjawab, “Oh, ya sudah. Saya akan laporkan ke Kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowassidik) Bareskrim Polri,” ujarnya. Berikutnya, nomor WA Kasat Luthfi tidak lagi bisa dihubungi. “Mungkin saya diblokir,” duganya.

Tim awak media yang mengawal kasus ini menemukan bahwa HF dan dua tersangka lainnya memang telah kembali ke rumah masing-masing. Fakta ini memicu tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Mereka mempertanyakan apakah pembebasan HF murni berdasarkan prosedur hukum, atau ada “faktor lain” yang mempengaruhinya, seperti jabatannya sebagai Plt Kepala Desa, serta dugaan “penyebab yang lain”.

Kami tidak menolak jika prosedurnya benar. Tapi pertanyaannya, apakah kalau warga biasa yang terkena kasus narkoba akan mendapatkan perlakuan yang sama? Kami ingin kejelasan!” ujar Supyadi.

Cibiran warga mencerminkan ketidakpercayaan terhadap sistem hukum yang dinilai masih tebang pilih. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk bersikap transparan dalam menangani kasus ini. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan lebih lanjut dari pihak kepolisian terkait desakan warga.

Kasus ini menjadi sorotan karena dinilai bisa menjadi preseden buruk dalam pemberantasan narkoba, terutama jika pejabat publik yang terjerat hukum justru mendapat keistimewaan. Warga pun berencana menggelar aksi protes jika tidak ada kejelasan dari pihak berwenang mengenai keputusan pembebasan HF dan kawan-kawan.

Penulis: TimEditor: Redaksi
error: Content is protected !!