Reportase.today Situbondo Jatim Minggu 5 Mei 2025: Urgensi KPH Mandiri untuk Penguatan Pengelolaan Hutan Lokal.
Kabupaten Situbondo, yang terletak di pesisir utara Provinsi Jawa Timur, tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan sumber daya hutannya. Meskipun wilayah ini memiliki luas kawasan hutan lebih dari 54 ribu hektar, ironisnya hingga kini belum memiliki Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) sendiri. Padahal, keberadaan KPH lokal dinilai sangat penting untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan tersebut.
Potensi dan Luas Kawasan Hutan Situbondo:
Situbondo merupakan kabupaten dengan luas wilayah mencapai 1.638,50 km², membentang dari barat ke timur sejauh sekitar 150 kilometer. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Selat Madura di utara dan Selat Bali di timur, menjadikannya daerah yang strategis secara geografis.
Kawasan hutannya tersebar di tiga KPH, yaitu:
KPH Probolinggo: Mengelola 2.985,63 ha di wilayah Situbondo
KPH Bondowoso: Mengelola 29.523,29 ha di wilayah Situbondo
KPH Banyuwangi Utara: Mengelola 22.372,42 ha di wilayah Situbondo
Total luas kawasan hutan yang berada dalam wilayah administratif Situbondo mencapai 54.881,34 hektar. Jumlah ini belum termasuk area konservasi Taman Nasional Baluran dan area waduk Bajul Mati yang juga termasuk dalam kategori hutan lindung dan pinjam pakai kawasan hutan.
Dampak Ketidakhadiran KPH Situbondo:
Hingga saat ini, pengelolaan kawasan hutan Situbondo masih berada di bawah otoritas tiga KPH luar. Situasi ini menimbulkan beberapa persoalan mendasar:
Minimnya fokus pengawasan terhadap kawasan hutan karena manajemen berada di luar wilayah
Kurangnya akses masyarakat lokal untuk terlibat dalam program pemberdayaan dan perhutanan sosial
Lemahnya integrasi kebijakan daerah dengan kebijakan kehutanan pusat
Keterbatasan potensi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor kehutanan.
Padahal, Situbondo telah memiliki fasilitas pendukung yang sangat cukup, termasuk 22 unit rumah dinas dan kantor Perum Perhutani yang tersebar di seluruh kecamatan yang berbatasan dengan kawasan hutan. Fasilitas-fasilitas ini berasal dari tiga KPH yang saat ini mengelola kawasan tersebut.
Mengapa Harus Ada KPH Situbondo?
Menurut para penggiat lingkungan dan tokoh masyarakat, kebutuhan untuk membentuk KPH Situbondo bukan sekadar keinginan, tapi sudah menjadi kebutuhan mendesak. Keberadaan KPH Situbondo akan memberikan dampak langsung pada beberapa aspek penting:
1. Penguatan Kelembagaan Lokal
Dengan memiliki lembaga KPH sendiri, Situbondo akan lebih leluasa dalam menyusun kebijakan kehutanan berbasis potensi dan karakteristik wilayahnya.
2. Efisiensi Administrasi dan Manajemen
Tidak lagi bergantung pada otoritas KPH lain, proses pengawasan, pengelolaan SDM, serta evaluasi kinerja kehutanan akan lebih sederhana dan fokus.
3. Optimalisasi Sumber Daya Alam
Kawasan hutan dapat dikembangkan lebih maksimal, baik untuk konservasi, hasil hutan kayu dan non-kayu, maupun potensi ekowisata.
4. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan
Dengan adanya KPH lokal, program-program seperti perhutanan sosial, agroforestri, dan mitra konservasi bisa lebih mudah diterapkan secara partisipatif dan berkelanjutan.
5. Penguatan Sinergi Antar-Institusi
Pemerintah kabupaten, dinas kehutanan, LSM, dan lembaga adat dapat membangun kemitraan langsung dengan pengelola hutan lokal tanpa perantara lintas kabupaten.
Suara dari Masyarakat dan LSM:
Ketua Umum LSM Situbondo Investigasi Jejak Kebenaran (SITI JENAR), Eko Febriyanto, turut menyoroti pentingnya langkah ini. Ia menyampaikan bahwa sudah saatnya pemerintah tidak lagi menunda pembentukan KPH Situbondo.
“Kami menilai pembentukan KPH Situbondo adalah langkah logis dan layak secara administratif, teknis, bahkan infrastruktur sudah tersedia. Tidak ada alasan lagi untuk menunda. Ini bukan hanya soal pengelolaan hutan, tapi juga soal kemandirian daerah dan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Sebagai tokoh yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Siti Jenar Group Multimedia, Eko berharap Pemerintah Pusat dan Perum Perhutani segera merespons aspirasi ini dengan tindakan nyata berupa kajian wilayah, penyusunan SDM, dan pelimpahan otoritas KPH.
Menuju Kemandirian Hutan Berbasis Wilayah:
Pengelolaan hutan yang baik memerlukan lembaga yang terdesentralisasi dan dekat dengan masyarakat. Pembentukan KPH Situbondo akan menjadi lompatan penting dalam upaya menjaga kelestarian hutan sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi daerah. Kawasan seperti Asembagus, Kayumas, dan Sumbermalang menyimpan potensi besar dalam sektor ekowisata, hasil hutan bukan kayu, serta pemanfaatan hutan produksi secara lestari.
Kini, pilihan ada di tangan pemerintah: apakah akan terus membiarkan Situbondo menjadi penonton dalam pengelolaan hutannya sendiri, atau menjadikannya pelaku utama yang berdaulat dan berdaya.
(Redaksi – Tim Biro Pusat Sitijenar News Group)