Situbondo – Pengusaha maritim HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, atau yang akrab disapa Ji Lilur, menegaskan bahwa budidaya rumput laut memiliki potensi keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan tambang batu bara maupun nikel. Pernyataan ini ia sampaikan setelah menyaksikan presentasi Direksi Bandar Laut Dunia Grup mengenai agenda pengembangan industri rumput laut.
“Dahsyat, hanya satu kata itu yang terucap dari mulut saya ketika melihat presentasi mereka. Ternyata, cashflow-nya jauh lebih hebat dibanding tambang batu bara, apalagi tambang nikel. Tidak ada apa-apanya,” ujar Ji Lilur.
Melihat peluang besar tersebut, Ji Lilur memutuskan untuk melakukan ekspansi besar-besaran di sektor ini. Pada April mendatang, ia berencana mengunjungi sembilan negara—China, Jepang, Amerika Serikat, Eropa, Korea Selatan, Australia, Thailand, Malaysia, dan Singapura—untuk memasarkan rumput laut. Selain itu, ia juga akan menjajaki peluang pemasaran lobster di China, Jepang, dan Amerika Serikat.
“Tentu kunjungan saya ke sembilan negara ini tidak hanya untuk rumput laut, tetapi juga mencakup dua jenis usaha, yaitu perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Namun, fokus utama saya adalah kontrak jual beli lobster dan rumput laut,” jelasnya.
Sebagai pemilik budidaya rumput laut terbesar di dunia dengan luas mencapai 50.000 hektar, Ji Lilur optimistis dapat menarik perhatian para pelaku bisnis rumput laut global. Ia juga menegaskan bahwa nelayan Indonesia harus percaya diri dalam menghadapi pasar internasional.
“Nelayan laut Nusantara tidak boleh inferior di hadapan pembeli rumput laut, siapa pun mereka dan dari negara mana pun mereka berasal. Saya akan hadir di sembilan negara dengan membawa kebanggaan Indonesia sebagai negara ekuator khatulistiwa,” tegasnya.
Selain mengejar keuntungan bisnis, Ji Lilur juga menekankan pentingnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ia berharap, dengan berkembangnya usaha budidaya rumput laut, kesejahteraan para nelayan di Indonesia dapat meningkat secara signifikan.